Teman, kali ini saya akan mencoba berbagi mengenai pengalaman yang mungkin sebagian anak pernah mengalaminya. sebut saja dia Aisyah, seorang anak perempuan yang dibangga-banggakan kedua orang tuanya terutama ibunya, sejak kecil ditanam bagaimana dia harus menjadi seorang yang unggul diantara anak sepantarannya, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, hanya karena "Demi masa depan yang cerah" itu yang ditanam, nilai sekolah harus selalu bagus, ketika semua tercapai dia dipuji dan ketika tidak dia seperti anak terlantar yang tidak punya teman.
Sikap yang seperti itu yang mengenalkan Aisyah kepada sifat anak yang ambisius, pantang menyerah walaupun mungkin orang lain hanya melihat dia anak yang manis, baik hati, pendiam, dan murah senyum. Mereka tidak melihat apa yang Aisyah rasakan, tidak seperti anak seusianya yang ketika dia mencapai prestasi dia dipeluk dan diberi motivasi agar terus semangat, begitu pula ketika ia terjatuh dia diberi motivasi. Aisyah tidak pernah merasakan hal itu, malah orang tuanya sering mengucapkan "Liat tuh si itu hebat bikin orang tua bangga, sholeh, berbakti, gak pernah ngelawan ke orang tua". Aisyah semakin tertekan menjadi seorang anak perempuan, dia merasa tidak pernah membuat kedua orang tuanya merasa bangga. Padahal Aisyah sudah berusaha untuk membuat orang tuanya bangga, menuruti apa yang orang tuanya inginkan, sejak kecil, bayangkan sejak kecil dia ditekan untuk unggul dan menuruti apa yang diinginkan oleh orang tuanya.
Aisyah menginjak usia dewasa dia mulai memahami bahwa selama perjalanan masa kecilnya sangatlah tidak baik, dia tidak menjalaninya dengan benar tidak sepenuhnya tulus, hanya tekanan dan tekanan yang dia dapatkan, alhasil dia tumbuh menjadi anak yang sulit untuk menentukan keputusan, sering kebingungan menentukan apa passion yang dia miliki, karena selama itu dia hanya menuruti apa yang diinginkan oleh orang tuanya, Aisyah tidak bermaksud untuk menyalahkan kedua orang tuanya, namun inilah fakta yag dia alami yang menjadi seorang anak penurut namun tidak jarang dia dibilang anak durhaka karena kesalahan kecil yang wajar.
Hal yang masih juga membuatnya kesal adalah ketika Aisyah menyadari seseorang yang sangat dia benci atas sikap, penampilan dan entah kenapa Aisyah begitu benci ke seseorang itu yang menjadi kepala sekolahnya yang baru, amat benci dari awal dia hadir, karena saat itu Aisyah juga menjadi Ketua OSIS di sekolahnya. Lambat laun semua terjawab, kepala sekolah yang Aisyah benci ternyata dekat dengan ibunya, sama sekali tidak menyangka kepala sekolah yang penampilan dan sikapya jauh dibawah Ayah Aisyah bisa menggoda ibunya, semakin benci Aisyah dengan kepsek itu, sering Aisyah memergoki ibunya bersikap tidak sewajarnya, sangat sering bermain hp disaat Ayahnya masih kerja, telpon-telponan, apalagi setiap hari Aisyah bertemu dengan kepsek yang membuatnya naik pitam, rasanya ingin menonjok mukanya dan memberi pelajaran agar dia sadar bahwa dia sudah tua dan jangan berni-beraninya mengganggu keluarga Aisyah.
Aisyah tau dia masih dipandang anak kecil oleh ibunya, kalopun dia berniat baik ingin menasehati ibunya dia yakin ibunya malah akan tersinggung, tidak terima bahkan marah, cara lain adalah menyampaikan semuanya kepada kakak dan Ayahnya, biarlah mereka tau biar semuanya cepat selsai. Namun apa yang terjadi keributan menghiasi rumah Aisyah, tangisan Ibunya sama sekali tidak membuat Aisyah iba namun yang Aisyah sayangkan adalah Ayahnya bisa bersikap sekeras itu, Ayahnya hampir melempar Ibu Aisyah dengan menggunakan batu, untung saat itu Aisyah dan kaka langsung meleraikan. Tapi yang membuat Aisyah lebih-lebih lagi kecewa saat kakanya pergi untuk kerja keluar kota, Aisyah hanya sendiri di rumah, memergoki Ayahnyapun sering berkomunikasi dengan wanita lain. dan saat itu Aisyah sekolah di bangku SMA tidak tau lagi harus berbuat apa, ibunya sering bercerita bahwa Ayah memang berselingkuh dan dia merasa dirinya bersih padahal sama saja.
Sampai dia lulus dari SMA persoalan kedua orang tuanya yang dia kira sudah tuntas ternyata masih saja, dan dengan orang yang sama. Aisyah menyadarinya ketika tidak sengaja mendapati hp ibunya yang bergetar, akhirnya dia baca smsnya untuk kesekian kalinya Aisyah mengusap dada, Aisyah membalas smsnya "Pa tolong jangan ganggu rumah tangga ibu dan bapak saya". Namun alangkah malangnya Aisyah, ibunya malah memarahi Aisyah.
keesokan harinya Aisyah memberanikan diri bertanya langsung kepada Ibunya
"Bu jujur itu siapa?"
"Apa kamu, tau apa kamu, kamu tau ga dia sekarang marah sama saya, ga suka sms saya lagi, dan bilang cuman bercanda aja sampe kaya gitu. Kamu tuh sombong tau jadi anak"
"Bercanda sampe bilang pacaran, pah mah segala. Ibu tuh harus nyadar ibu punya suami, bilang ke Ayah di goda sama wanita lain, sendirinya juga gitu" Aisyah menangis berbicara seperti itu pada ibunya
"Yang penting saya bahagia, yang penting saya tidak zinah" ibunya malah menjawab seperti itu
"Ibu tau ga, kalo pas dulu teman saya bilang ibu selingkuh dengan kepsek itu, ibu tau ga perasaan saya gimana?"
"Kamu tau ga saya tuh digosipin sama dia, jadinya dia dialihkan tugasnya!".
Aisyah benar-benar tidak menyangka ibunya bisa sampai seperti itu, orang bodohpun tau kenapa dia sampe bisa digosipkan, karena gerak-geriknya juga sudah terlihat, orang bodohpun tau ibuku sendiri lebih membela selingkuhannya dan malah marah dengan anaknya.sampe Aisyah enggan lagi berbicara kepada ibunya, biarlah waktu yang berbicara dan biarlah Allah yang menunjukan kebenarannya.
"Yaa Allah ya Rabbii kasihanilah Aisyah, jika dia ini salah maka tunjukanlah jalan yang benar, jika orang tuanya salah berilah mereka hidayah-Mu ya Allah, karena kami ini milik-Mu, Engkaulah Yang Maha Benar." Aamiin Yaa Rabbal 'Alamiin
--------
Teman-teman seorang anak itu juga manusia, punya perasaan, punya pemikiran, punya pendapat, dan punya tindakan, hargailah seorang anak sebagai partner untuk menyelasikan masalah ketika memang dia sudah sampai pada waktunya, ajak anak untuk bermusyawarah, dengarkan ketika anak mengajak dan memberi nasihat yang baik untuk kebaikan keluarga, bukan meremehkan dan apa yang keluar dari mulut anak hanyalah isapan jempol, jangan pernah mengekang anak kalo dirinya tidak pantas untuk mengekang, jadilah orang tua yang bijak yang mengerti cinta bagi keluarga, yang mengerti kasih sayang yang benar terhadap keluarga, yang benar terhadap tindakan kepada keluarga.